Sapardi Djoko Damono
Sastrawan
Tutup usia 80 tahun
(Ahad, 19 Juli 2020)
Memahami puisi adalah sesuatu yang sulit bagi saya. Berbait-bait kalimat indah yang dituturkan oleh seseorang seringkali hanya menjadi suara-suara sepintas lalu. Terdengar indah memang, namun terkadang jiwa saya tidak begitu menikmatinya. Mungkin karena alasan ini pula mengapa sejak kecil saya tidak terlalu menyukai puisi.
Entah kapan tepatnya, saya tak pernah ingat. Ada sebuah puisi yang menarik perhatian saya belasan tahun yang lalu. Puisi ini seolah menyuruh saya untuk segera menyesapnya dan mereguk segala keindahan yang ditawarkan si penulis. Hanya dua bait, tetapi kelembutannya melekat lama di ingatan. Hangat, membuai setiap penikmat kata.
“Aku Ingin” adalah puisi pertama yang membuat saya mulai bisa menikmati sajak. Rasa penasaran membuat saya kemudian mencari tahu karya-karya lain dari penulis puisi ini. Pikir saya kala itu, mungkin saja saya akan menemukan sajak lain yang sama lembutnya. Dan memang, akhirnya saya bisa menikmati beberapa karya Sapardi lainnya. Di tahun 2013, buku sepilihan sajaknya sejak tahun 1959 hingga 1994 yang berjudul Hujan Bulan Juni menjadi salah satu penghuni perpustakaan saya.
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Aku Ingin, 1989, Sapardi Djoko Damono)
Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940. Sejak muda, ia telah menulis banyak sekali karya, termasuk sajak dan cerpen. Selain karyanya terbit di berbagai media cetak, sastrawan Angkatan 70-an ini pernah menjadi redaktur beberapa majalah ternama di Indonesia, juga sebagai dosen dan guru besar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Delapan puluh tahun hidupnya didedikasikan untuk dunia sastra. Tak ayal, sebutan maestro dinobatkan atas namanya.
Sapardi adalah salah satu orang yang karyanya cukup berpengaruh dalam hidup saya. Mengenalnya membuat saya mulai memberanikan diri menulis puisi dan memahami bentuk sastra yang unik ini. Keberadaan puisi Sapardi seperti sejenak jeda dalam deretan buku-buku yang saya baca. Ketika saya mengalami kebuntuan saat berhadapan dengan banyak buku, puisi SDD adalah obat yang cukup manjur untuk mengguratkan senyum.
Tak banyak penyair lokal yang karyanya bisa saya nikmati. Bukan karena karya mereka tidak bagus, tetapi karena kemampuan saya menangkap keindahan sebuah sajak yang tidak sampai. Barangkali Taufiq Ismail adalah penulis lain yang puisi-puisinya berhasil menyentuh hati saya selain Sapardi.
Hari ini, Minggu, 19 Juli 2020, berita kepergian Sapardi membuat saya terkejut. Kenangan-kenangan lama menyeruak di selipan sajak-sajaknya. Ada sedih yang tertinggal di hati saya. Memang, kehidupan ini fana, suatu saat akan kita tinggalkan. Hanya karya kita yang akan mengabadi, seperti kata Sapardi dalam sajaknya, Yang Fana adalah Waktu.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu. Kita abadi.
(Sapardi Djoko Damono, 1978)
Selamat jalan, Sapardi. Karyamu abadi.
Kita kehilangan kembali, sastrawan besar yang membuat banyak anak Indonesia menikmati karya luar biasa.
Salah satunya saya, saat SMA bergabung di teater SMA 3 membuat saya banyak membaca karya Sapardi Djoko Damono.
Cukup sedih dan berhasil membuat kita di grup kemarin itu mengenang beberapa karya beliau yang pernah kami bawakan.
iya. puisi yang terkenalnya ini banyak yang bikin orang yang ga suka atau ga ngerti puisi jadi mulai melirik puisi. semoga nanti suatu saat ada lagi penerusnya ya.
memang indah banget ya kak, karya alm sapardi ini, terenyuh setiap membacanya.
Aku ingin ini pernah saya nyanyikan saat sekolah dulu.
Beberapa puisinya sering ada di buku sekolah.
Dia memang legend, karya indahnya tak akan hilang
hu uh, legend kali memang puisi yang ini, sering dipake di mana-mana 😀
Aku mencintaimu dg sederhana ini petikan puisinya yg viral di kalangan para cerpenis n novelis bergenre romansa ya… Alm Pak SDD ini sungguh keren. Sy mencicipi ilmu dr assdos nya aja di Kelas Menulis Efektif rasanya udah wow apalagi langsung dr dia yaa
sama kita mba..
diriku juga tidak terlalu paham akan puisi.
suka sih beberapa puisi, tapi bukan fans puisi.
aku suka puisi, sangat bisa menggambarkan perasaanku yang tidak bisa diucapkan dengan mulut :’)