Husnun N. Djuraid

Komisaris Malang Post

Tutup usia 60 tahun
(Ahad, 4 Agustus 2019)

Kalau ditanya siapa saja orang yang cukup berpengaruh dan menginspirasi saya untuk konsisten menulis, dengan senang hati saya akan menyebutkan salah satunya nama bapak yang sederhana ini, Husnun N. Djuraid. Beliau dikenal sebagai seorang wartawan senior di kota Malang yang tulisannya bisa kita temukan di banyak media daring dan luring Indonesia.

Pak Husnun, begitu saya biasa memanggil beliau, adalah orang yang senang menulis. Menulis adalah hidupnya. Menulis adalah nafasnya. Saya mengenal beliau pertama kali tahun 2011 setelah bergabung di komunitas Proyek Nulis Buku Bareng. Komunitas ini diramaikan oleh orang-orang dengan latar yang berbeda. Ada penulis profesional di sana dan tak sedikit pula penulis pemula seperti saya. Dengan semangat baru akhirnya saya menambahkan banyak nama ke dalam daftar pertemanan di Facebook, termasuklah pak Husnun.

Saya masih ingat bagaimana saya berinteraksi secara pribadi dengan beliau pertama kali. Berteman di jejaring Facebook secara otomatis memungkinkan kita melihat status yang dipublikasikan oleh jaringan pertemanan. Kebetulan mood menulis saya sedang turun drastis. Kala itu tahun 2012. Rasa malas dan enggan untuk menulis resensi buku kemudian saya tuangkan di dinding Facebook. Tiba-tiba ada satu pesan pribadi masuk di messenger Facebook saya. Ternyata pesan itu datang dari pak Husnun.

Mau meresensi buku saya: Ikatlah Ilmu dengan Tulisan? Alamatnya di mana? Insya Allah nanti saya kirim,” tanya beliau.

Awalnya saya agak takjub, mengingat beliau adalah seorang wartawan senior yang sangat terkenal di dunia jurnalistik. Membuka percakapan lebih dahulu dan menawarkan sendiri bukunya untuk diresensi kepada si entah siapa saya yang baru saja dikenal adalah hal istimewa bagi saya. Menyambut tawaran beliau, dengan senang hati saya meng-iya-kan dan memberikan alamat lengkap rumah saya.

Sebuah buku berjudul Ikatlah Ilmu dengan Tulisan sampai ke tangan saya beberapa hari kemudian. Tak membutuhkan waktu lama bagi saya untuk menyelesaikan buku setebal 202 halaman itu.Β  Saya mampu menghabiskannya sekali duduk.

Buku karya pak Husnun ini berisi kisah-kisah inspiratif dan fragmen kehidupan beliau bersama orang lain, entah di kantor, di lingkungan masyarakat, bahkan bersama keluarga dan teman-teman beliau. Tak hanya kisah tentang manusia, beliau juga menulis tema-tema seputar dunia kepenulisan.

Membaca buku ini menuai banyak perenungan bagi pribadi saya sendiri. Semangat beliau dalam menuliskan banyak hal, motivasi beliau tentang kebaikan, juga pesan-pesan kehidupan yang tersurat dan tersirat disampaikan secara lugas bersamaan dengan diksi-diksi menarik.

“Membaca dan menulis adalah kegiatan yang tak terpisahkan, karena dengan membaca akan mendapatkan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu akan lebih bermakna kalau dituliskan. Apalagi kalau tulisan itu bisa dibaca oleh banyak orang.”

(Husnun N. Djuraid pada halaman vii pengantar buku Ikatlah Ilmu dengan Tulisan)

Selepas membacanya, saya memenuhi janji kepada pak Husnun untuk menuliskan resensinya.

Beberapa hari kemudian, masuk pesan dari beliau, “Assalamu’alaikum Wr Wb … minta biodata ya!”

Resensinya mau dikirim ke koran, boleh?” tanyanya lanjut.

Saya terkejut saat resensi saya ditawari untuk dimasukkan ke koran. Mendapati tulisan kita masuk di media cetak kala itu adalah sesuatu yang mewah. Tanpa berpikir panjang, saya pun memberikan biodata singkat dan resensi saya kepada pak Husnun. Resensi tersebut nampang di Malang Post beberapa hari kemudian.

Seusai tulisan saya dipublikasikan di media Malang Post, muncul semangat baru di dalam diri saya untuk berusaha komitmen menuliskan pengalaman baca saya secara serius. Kemudian lahirlah situs Lensa Buku sebagai media saya menulis resensi dan berceloteh tentang buku. Jadi, secara langsung dan tak langsung, pak Husnun adalah sosok berpengaruh dalam perjalanan hidup saya di dunia literasi.

Pak Husnun memiliki ciri khas tersendiri di jejaring sosial. Bagi yang berteman dengan beliau di Facebook, sudah tentu hapal dengan kebiasaan status beliau di malam Senin dan Kamis. Iya, beliau selalu mengingatkan kita untuk puasa Senin-Kamis. Selalu. Rutin. Tak pernah absen. Selain puasa, beliau juga sering mengingatkan kita untuk salat malam.

Status-status itu awalnya sesekali lewat dan saya baca. Seiring waktu berjalan, status-status beliau semakin sering berseliweran di beranda Facebook. Saya pun terbiasa dengan alarm dari pak Husnun tersebut dalam menjalani hari-hari.

***

Pagi tadi, Ahad, 4 Agustus 2019, saya mendapat kabar mengejutkan bahwa beliau telah berpulang ke rahmatullah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Menurut cerita, beliau sedang mengikuti kegiatan maraton di Surabaya. Saat sedang mengikuti kegiatan, beliau jatuh dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kabarnya, beliau pernah ada riwayat penyakit jantung.

Tiba-tiba saja saya teringat dengan fragmen percakapan saya dan beliau. Baru saja beberapa hari lalu kami saling berkomentar tentang anggota keluarga yang sama-sama sedang sakit stroke. Mendadak saya teringat dengan status-status ajakan puasa Senin-Kamis beliau. Saya tanpa sadar menangis. Sedih sekali rasanya kehilangan teman yang baik, yang pernah memberikan pengaruh baik dalam hidup kita.

Selamat jalan Pak Husnun. Terima kasih telah mengikat ilmu bersama Kami. Semoga segala ikatan ilmu yang telah Engkau tuliskan menjadi pemberat amal kebaikan jariyah di alam akhirat nanti.

Esok, tak akan Kami temui lagi ajakan puasa Senin-Kamis-mu. Tak akan ada lagi pengingat salat malam dan sedekah di beranda Facebook Kami. Mungkin sudah saatnya Kami menjadi penyambung tongkat estafetmu, Pak.

Begitulah kematian itu, dekat tak berbilang usia. Kepergian sosok inspiratif ini adalah kehilangan besar bagi dunia literasi. Namun, seperti yang disebutkan di dalam sebuah pepatah, “Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama,” pak Husnun telah mewariskan namanya kepada dunia.

Tulisan adalah penghubung kita dengan manusia di masa depan. Mengikat ilmu dengan tulisan adalah cara kita melanjutkan usia dan kebaikan setelah nama kita tertulis di catatan kematian nanti. Maka, menulislah hal-hal baik, nanti hal-hal baik pula yang akan dituai. Insya Allah.

Verba volant, scripta manent. Yang terucap akan sirna, yang tertulis akan abadi.

 

*Resensi buku Ikatlah Ilmu dengan Tulisan karya pak Husnun N. Djuraid dapat dibaca di sini.

Pin It on Pinterest

Share This